Minggu, 15 Mei 2016

Sikap (Attidude)

SIKAP (ATTITUDE) A. Pengertian dan Dimensi Sikap Dalam Dictionary of Psychology, Reber (1985) menyatakan bahwa istilah sikap (attitude) berasal dari bahasa Latin, "aptitudo" yang berarti kemampuan, sehingga sikap dijadikan acuan apakah seseorang mampu atau tidak mampu pada pekerjaan tertentu. Chaplin (1975) menyatakan bahwa sikap atau pendirian adalah satu predisposisi atau kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung terus menerus untuk bertingkah laku atau untuk mereaksi dengan cara tertentu. Mueller (1986) menganggap bahwa Thurstone adalah yang pertama mempopulerkan metodologi pengukuran sikap. Thurstone dalam Kartawijaya (1992) mendefiniskan sikap sebagai seluruh kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, prapemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal. Ada empat dimensi sikap dari Thurstone, yaitu: (1) pengaruh atau penolakan, (2) penilaian, (3) suka atau tidak suka, dan (4) kepositifan atau kenegatifan terhadap obyek psikologis. Secara Iebih terperinci, Rahmat (1998) menyimpulkan beberapa pendapat ahli dan menetapkan lima ciri yang menjadi karakteristik sikap seseorang: 1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir. dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi. atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan berperilaku dengan cara tertentu terhadap obyek sikap. Obyek sikap dapat berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi, atau kelompok. 2. Sikap mempunyai daya pendorong. Sikap bukan hanya rekaman masa lalu tetapi juga pilihan seseorang untuk menentukan apa yang disukai dan menghindari apa yang tidak diinginkan. 3. Sikap relatif lebih menetap. Ketika satu sikap telah terbentuk pada diri seseorang maka hal itu akan menetap dalam waktu relative lama karena hal itu didasari pilihan yang menguntungkan dirinya 4. Sikap mengandung aspek evaluatif. Sikap akan bertahan selama obyek sikap masih menyenangkan seseorang, tetapi kapan obyek sikap dinilainya negatif maka sikap akan berubah. 5. Sikap timbul melalui pengalaman, tidak dibawa sejak tahir, sehingga sikap dapat diperteguh atau diubah melalui proses belajar. Cassio (1991) dan Gibson (1996) justru mendukung pendapat Ruch dengan menggmbarkan hubungan antara sikap dan perilaku sebagai berikut : Sikap berkembang dari interaksi antara individu dengan lingkungan masa lalu dan masa kini. Melaui proses kognisi dari integrasi dan konsistensi sikap dibentuk menjadi komponen kognisi, emosi, dan kecendrungan bertindak. Setelah sikap terbentuk akan mempengaruhi perilaku secara langsung. Perilaku akan memmpengaruhi perubahan lingkungan yang ada, dan perubahan-perubahan yang terjadi akan menuntun pada perubahan sikap yang dimiliki. Sikap dapat diidentifikasi dalam lima dimensi sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas. a. Sikap memiliki arah, artinya sikap terbagi pada dua arah, setuju atau tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung, positif atau negatif. b. Sikap memiliki intensitas, artinya, kedalaman sikap terhadap obyek tertentu belum tentu sama meskipun arahnya sama. c. Sikap memiliki keluasan artinya ketidak setujuan terhadap obyek sikap dapat spesifik hanya pada aspek tertentu, tetapi sebaliknya dapat pula mencakup banyak aspek. d. Sikap memiliki konsistensi yaitu kesesuaian antara peryataan sikap yang dikemukakan dengan tanggapan terhadap obyek sikap. Sikap yang bertahan lama (stabil) disebut sikap yang konsisten, sebaliknya sikap yang cepat berubah (Iabil) disebut sikap inkonsisten. e. Sikap memiliki spontanitas, artinya sejauh mana kesiapan seseorang menyatakan sikapnya secara spontan. Spontanitas akan nampak dari pengamatan indikator sikap pada seseorang mengemukakan sikapnya. B. Sikap Sains (Sikap Ilmiah) Sikap ilmiah dalam pembelajaran Sains sering dikaitkan dengan sikap terhadap Sains. Keduanya saling berbubungan dan keduanya mempengaruhi perbuatan. Pada tingkat sekolah dasar sikap ilmiah difokuskan pada ketekunan, keterbukaan, kesediaan mempertimbangkan bukti, dan kesediaan membedakan fakta dengan pendapat (Kartiasa, 1980). Penilaian hasil belajar Sains dianggap lengkap jika mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sikap merupakan tingkah laku yang bersifat umum yang menyebar tipis diseluruh hal yang dilakukan siswa. Tetapi sikap juga merupakan salah satu yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Sikap ilmiah dibedakan dari sekedar sikap terhadap Sains, karena sikap terhadap Sains hanya terfokus pada apakah siswa suka atau tidak suka terhadap pembelajaran Sains. Tentu saja sikap positif terhadap pembelajaran Sains akan memberikan kontribusi tinggi dalam pembentukan sikap ilmiah siswa tetapi masih ada faktor lain yang memberikan kontribusi yang cukup berarti. Menurut Harlen (1996) paling kurang ada empat jenis sikap yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan sikap ilmiah siswa sekolah dasar: (1) sikap terhadap pekerjaan di sekolah, (2) sikap terhadap diri mereka sebagai siswa, (3) sikap terhadap ilmu pengetahuan, khususnya Sains, dan (4) sikap terhadap obyek dan kejadian di lingkungan sekitar. Keempat sikap ini akan membentuk sikap ilmiah yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk ikut serta dalam kegiatan tertentu, dan cara seseorang merespon tkepada orang lain, obyek, atau peristiwa. Pengelompokan sikap ilmiah oleh para ahli cukup bervariasi, meskipun kalau ditelaah lebih jauh hampir tidak ada perbedaan yang berarti. Variasi muncul hanya dalam penempatan dan penamaan sikap ilmiah yang ditonjolkan. Misalnya, Gega (1977) memasukkan inventiveness (sikap penemuan) sebagai salah satu sikap ilmiah utama, sedangkan AAAS (1993) tidak menyebut inventiveness tetapi memasukkan open minded (sikap terbuka) sebagai salah satu sikap ilmiah utama. Gega (1977) mengemukakan empat sikap pokok yang harus dikembangkan dalam Sains yaitu, “(a) curiosity, (b) inventiveness, (c) critical thinking, and (d) persistence”. Keempat sikap ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena saling melengkapi. Sikap ingin tahu (curiosity) mendorong akan penemuan sesuatu yang baru (inventiveness) yang dengan berpikir kritis (critical thinking) akan meneguhkan pendirian (persistence) dan berani untuk berbeda pendapat. Sedangkan, oleh American Association for Advancement of Science (AAAS: 1993) memberikan penekanan pada empat sikap yang perlu untuk tingkat sekolah dasar yakni honesty (kejujuran), curiosity (keingintahuan), open minded (keterbukaan), dan skepticism (ketidakpercayaan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar